
Bertitik tolak dari ketentuan Sistem pembayaran upah bagi buruh/pekerja harian dalam Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan”) menegaskan bahwa yang dikatakan sebagai Upah adalah hak
pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan,
atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh
dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan
dilakukan.
Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 12 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan menegaskan bahwa Upah ditetapkan berdasarkan dua hal, yaitu:
a) . satuan waktu; dan/atau
b). satuan hasil.
Dalam hal Upah tersebut berdasarkan satuan waktu maka pemberian upah ditetapkan secara harian, mingguan atau bulanan. Upah yang ditetapkan dalam satuan waktu secara harian maka perhitungan upah sehari berdasarkan Pasal 13 ayat 2 PP Pengupahan adalah sebagai berikut:
a) Bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, Upah sebulan dibagi 25; atau
b).Bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam seminggu, Upah sebulan dibagi 21.
Sedangkan untuk upah yang ditentukan
berdasarkan satuan hasil maka pengupahannya ditetapkan sesuai dengan
hasil pekerjaan yang sebelumnya telah disepakati oleh para pihak. Lalu
untuk Penetapan besarnya Upah dilakukan oleh Pengusaha berdasarkan hasil
kesepakatan antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha (lihat Pasal 15 ayat (1) dan (2) PP Pengupahan).
Sesuai dengan ketentuan hukum, maka THR adalah suatu kewajiban yang diberikan oleh Pegusaha kepada buruh/Pekerja berdasarkan masa kerja buruh/pekerja tersebut dan tidak ada kaitannya dengan status buruh atau pekerja tersebut.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6
Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di
Perusahaan ditetapkan bahwa pengusaha wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada buruh/pekerja yang
telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau
lebih. Dengan demikian, untuk buruh/pekerja yang masa
kerjanya kurang dari 1 bulan maka ia tidak berhak atas THR, sedangkan bagi buruh/pekerja yang telah memiliki masa kerja lebih dari satu bulan, maka ia tetap berhak atas THR, tak terkecuali untuk pekerja harian.
Adapun perhitungan Tunjangan Hari Raya (THR) ditentukan sebagai berikut:
a) Pekerja/Buruh
yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus
menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah;
b) Pekerja/Buruh
yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi
kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai
masa kerja dengan perhitungan:
12
Sebagai contoh pekerja/buruh tersebut telah bekerja selama 9 bulan secara terus menerus dengan upah perbulannya Rp. 2.500.000,- . maka perhitungannya THR yang harus diberikan adalah
masa kerja selama 9 bulan X 2.500.000,- = hak THR adalah sebesar Rp.1.875.000,-
12
Agar pengaturan mengenai "upah" ini lebih jelas, maka dalam ketentuannya, Upah 1 (satu) bulan itu terdiri atas komponen upah, yaitu:
a. upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau
b. upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Sedangkan ketentuan terhadap pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja sebagai "harian lepas", maka upah 1 (satu) bulan dihitung dengan cara sebagai berikut:
a). Pekerja/Buruh
yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1
(satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12
(dua belas) bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan;
b). Pekerja/Buruh
yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1
(satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap
bulan selama masa kerja.
Semoga Bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar